Isa Bela Part 9

ISA BELA
#Part9

Aku mulai jatuh cinta padanya. Pada lelaki yang diam-diam sangat memesona. Raganya yang rupawan tak kalah dengan sikapnya yang menawan. Ah, rasanya tidak percaya. Mengapa sejak lama aku tak mengenalnya, padahal dia tetangga. Lelaki yang tak pernah terlihat sosoknya karena harus merantau ke negeri tetangga, datang membawa sejuta aura.

Laki-laki pendiam dengan segala bakat yang belum pernah kutebak sebelumnya. Membawakan acara, membuat olahan hidangan hingga mewakili sang ketua secara sempurna dia lakukan, tanpa rasa grogi sedikitpun. Apakah ini hanya sudut pandangku yang mulai selalu memerhatikannya. Melihat segala yang ada padanya sebagai kelebihan, tak ada kurang sedikitpun. Ah, rasanya tidak percaya. Sungguh.

Tuhan, ijinkan aku jatuh cinta padanya. Pada lelaki yang selalu menjaga ibadahnya ketika panggilan itu tiba. Pada lelaki yang selalu berkata lembut meski sedang menghadapi lawan bicara yang menggelora. Laki-laki yang meski anak bungsu dari tiga bersaudara tapi tak pernah bersikap manja. Berdiri sendiri berusaha merangkai hidup secara mandiri.

Selepas salat 'Isya aku sengaja menunggunya. Ada yang penting untuk dibicarakan dari diskusi yang beberapa hari hanya melalui pesan singkat. Tentang pembentukan ikatan alumni, yang akan dilaksanakan sebelum dia pergi, merantau kembali.

"Jadi, gini Mas Isa! Aku sudah membuat peta pesanan njenengan semalam. Semua sudah kuberi keterangan sesuai pembagian daerahnya." aku menyodorkan HVS putih hasil print komputer.

Isa hanya diam, lalu dia menjelaskan apa yang menjadi rencananya. Kurang lebih lima belas menit kemudian kami sudah menutup diskusi. Menyimpan segala data yang terserak di lantai teras masjid kemudian membuka obrolan santai.

"Oh, iya Mas! Di acara pembubaran panitia kemarin, Mas Doni membagi undangan ya. Itu lho, untuk teman alumni yang mau nikah?"
"Fajar, dia nikah dua hari lagi. Barusan dia telepon aku, katanya aku suruh jadi saksi di hari pernikahannya."

Aku manggut-manggut.
"Tapi, aku masih bingung mau datang atau tidak nih." ujar Isa penuh keraguan.
"Memangnya kenapa, Mas?"
"Aku malu. Jarang main ke rumahnya. Sekalinya disuruh datang, dia mau nikah"
"Ya, kenapa memangnya Mas? Kan teman lama Mas Isa, mungkin kangen?"

Isa tersenyum sambil berkata, "Bisa jadi." Tiba-tiba dia mengagetkanku dengan, "Bel, kamu mau tidak menemaniku ke acara pernikahan Fajar, lusa!"

"Oke,!" jawabku tanpa kusengaja.

Aku manggut-manggut. Eh, tunggu-tunggu. Apakah jawabanku salah?

Aku pasrah, entah kenapa jadi sumringah, dan mungkin mukaku bersemu merah.

*

Aku dan Isa duduk di belakang kursi yang diduduki Mas Fajar. Sebentar lagi dia akan mengucapkan ijab qobul sebagai penanda resminya hubungan. Yang aku tahu, dari cerita Isa semalam. Fajar akrab dengan Isa sejak SD, sampai sekarang. Meski mereka harus berpisah karena cita-cita masing-masing tetapi mereka tetap berhubungan. Meski hanya lewat telepon seluler yang biaya pulsanya mahal.

Kehadiran Isa di sini adalah untuk menghormati Fajar sebagai teman lamanya. Sahabat yang menyuruhnya datang lebih awal. Jadilah kami bertandang lebih pagi, karena jadwal penghulunya datang sekitar pukul 09.00. Ini pertama kalinya aku datang ke kondangan dengan membawa pasangan. Eh, pasangan? Ah, ini yang masih kulihat sebagai hal yang aneh dan tak pernah disangkakan.

Pakaian yang entah mengapa seperti seragam, membuat kami menjadi pusat perhatian. Padahal ini sama sekali tidak direncanakan. Aku dan Isa tidak janjian. Aku asal pakai saja, kebaya dan semua yang sudah ada. Isa terlihat semakin menawan dengan setelan batik kemeja lengan pendek. Kali ini rambutnya tidak berdiri, melainkan di sisir rapi. Seperti tampilan Leonardo DCaprio saat akan berkencan dengan Kate Winslet di film Titanic, film favoritku.

**

"Mas, Isa. Mas Fajar terlihat bahagia ya?" Isa mengangguk pelan. Dia masih memegang mangkok baksonya.
"Kapan, Mas Isa nyusul Mas Fajar?" Isa tersedak, dia kelimpungan. Aku bingung.

Kuambil tisu dari dalam tas, kuberikan padanya.
"Maaf, Mas!"
"Tidak apa-apa, Bel. Akunya saja yang kurang hati-hati."

Kudiam sejenak. Diam-diam menunggu jawabannya.
"Aku pasti menikah, Bel. Dengan orang yang sangat kucintai dengan sepenuh hati."

Aku menatapnya tak berkedip. Dia melanjutkan perkataannya lagi.
"Menikah itu mudah. Ijab qobul itu mudah, resepsi itu juga mudah. Sangunya itu yang susah. Sangu agar kelak rumah tanggaku dengan istriku bahagia, itu yang sedang kupelajari."

Kata-kata Isa membuatku berhasil tak memalingkan muka darinya, aku benar-benar jatuh cinta padanya.

***

Kunikmati penuh nyanyian demi nyanyian yang disuguhkan hiburan organ tunggal di acara penikahan ini. Terutama saat lagu BCL dilantunkan.

-
-
Mencintaimu
sesuatu yang tak bisa aku hindari
begitu kuat perasaan yang kurasakan
dirimu hadir di saat aku rindukan belaian
terpanah aku akan cinta yang kau tancapkan

Dan kau bawa aku ke awan menghias langit
merangkai bintang-bintang menjadi sebuah kata
sebuah kata cinta

Seindah-indahnya bila tersentuh hangatnya asmara
sebentuk cinta yang kau beri apa adanya

Dan tercipta pelangi jiwa warnai hatiku
engkau anugerah terindah dari-Nya untukku
engkaulah kekasih separuh jiwaku

-
-

Aku benar-benar terpanah asmara disebabkan oleh pesona seorang laki-laki bernama Isa.

****

#komunitasonedayonepost
#ODOP_6
#day18

#759kata
#CleverStory
Rumah Clever, Cilacap, 17 September 2018: 21.38.
Ibu Jesi.

*****

Betty Clever
Betty Clever Lifestyle Blogger

2 komentar untuk "Isa Bela Part 9"