Siapakah Ibu Jesi?


Sosok Ibu Jesi
Oleh Betty Irwanti

Ibu Jesi. Itulah nama panggilannya. Seorang pegawai negeri sipil di lingkungan pendidikan sekolah dasar di kota Cilacap Bercahaya tercinta. Sudah belasan tahun mengabdi sebagai guru, hal ini membuatnya akrab dengan panggilan bu guru sejak umur 18 tahun. Tepat tiga tahun sebelum dia menerima SK tugas dari negara.

Selain sebagai seorang PNS, Ibu Jesi sudah hampir tiga tahun ini aktif sebagai penulis dan sudah menghasilkan beberapa buku berupa antologi yang terbit secara indie maupun mayor. Seperti targetnya dua tahun yang lalu, di tahun ini ia sudah bisa menerbitkan 4 buku solo, ada yang ber-ISBN ada pula yang tidak. 

Ia berusaha menjaga produktifitasnya dengan mengikuti event-event menulis di berbagai media sosial khususnya FB dan IG. Bahkan beberapa tahun yang lalu ia berhasil menjadi salah satu peserta terbaik dalam sebuah ajang kelas menulis gratis yang diikutinya. Untuk event berbayar yang pernah diikuti, ia pun mempersembahkan sertifikat pertamanya sebagai second winner untuk suami tercinta. 

Saat ini masih menjadi member berbagai komunitas menulis, diantaranya eL Hidaca, Wonderland Family, KMO Indonesia, Basagita, One Day One Post Batch, Estrilook Community, Dandelion Authors, dan berbagai komunitas yang lainnya.

*

Cenderung ekstrovert, energic dan multitasking. Begitulah gambaran karakter seorang Ibu Jesi. Karakter yang mirip dengan ayahnya. Wanita muda kelahiran Cilacap, 29 Januari 1987 ini adalah anak pertama dari dua bersaudara. Ayah ibunya seorang petani. lbunya bernama Dariyem sedangkan ayahnya bernama Muhtolib.

Adiknya seorang laki-laki dan seorang perempuan. Masing-masing sudah mempunyai pasangan. Riyan Rudiyansyah baru saja menikah dengan Sri Rahayu Karim pada tanggal 27 Juni 2018 kemarin dan sudah memiliki seorang puteri cantik bernama Geraldine Almahyra Rudiyansyah yang baru saja genap berusia satu tahun. Sedangkan Erny Nur Aeny insyallah akan menikah dengan Yuli Triyono sekitar akhir tahun 2020.

Walaupun berasal dari keluarga petani, tidak serta merta ia menjadi seorang yang mempunyai keahlian bertani. Namun nasib dan keberuntungan membuatnya berbeda.

Sejak kecil, ia akrab dengan panggilan "Centhil". Itu karena di pojok mata kirinya, ada semacam tanda lahir. Yang menghilangkannya baru bisa dilakukan saat dia kelas 3 SMP, meski sejak baru lahir orang tuanya sudah mengusahakan dengan berbagai cara.

Semasa SMP, ia harus hidup prihatin dan mandiri. Untuk mencapai sekolah pada jarak 10 kilometer dari rumah, ia temluh dengan menggunakan sepedanya dalam waktu kurang dari setengah jam saja. Meski begitu ia tetap berangkat sebelum pukul 06.00 pagi.

Begitu pula dengan masa SMAnya. Kehidupan mandiri senantiasa menyerta. Ia masih tetap bersepeda, menempuh jarak 5 kilometer saja dari rumah saudara ibunya. Dari sinilah dia menemukan sahabat sejatinya yang hingga kini masih menjalin silaturahmi dengannya.

Perjuangan terus berlanjut begitu menamatkan SMA. Sejujurnya ia sangat berkeinginan untuk berkuliah, namun apalah daya. Orang tuanya hanya seorang biasa. Bahkan ketika ia sudah nekat mendaftar UMPTN waktu itu, sama sekali restu tak didapatnya. Ia pun kecewa. Takut kalau diterima mau bayar biaya kuliah pakai apa.

Masih berniat untuk berkuliah lewat lain jalur, ia mencari banyak beasiswa. Ada satu universitas yang menyambut keinginannya, namun tetap saja. Kandaslah harapannya untuk berkuliah. Ayah ibunya hanya bisa menyekolahkan hingga SMA, masih ada dua adik yang harus dibiayai juga.

Bulatlah tekadnya untuk merantau ke Jakarta. Beberapa bulan berlalu sebagai anak perantauan di Jakarta. Namun, sepertinya ibukota tak ramah bagi anak desa sepertinya. Ia pun kembali ke kampung halaman tercinta.

Saat itu kebetulan ada sebuah universitas negeri yang membuka program bimbingan jarak jauh, kelasnya hanya hari Sabtu dan Minggu saja. Ia kembali menyatukan harapan untuk bisa berkuliah, toh ia bisa sambil mencari penghasilan sendiri di luar tugasnya. Selain itu juga ia mendapat honor yang sekedarnya dari sebagai wiyata bakti setiap Senin sampai dengan Jumat di sekolah yang ayahnya menjabat sebagai ketua komitenya. Gayung bersambut. Orang tuanya mendukungnya dengan do'a.

Beberapa bulan berada di kampung halaman kemudian dia terlibat kegiatan alumni almamater sekolahnya di SD Negeri Binangun 04 Kecamatan Bantarsari pada tahun 2006. Rupanya acara ini membuatnya berkenalan dengan seorang pria yang kelak menikahinya.

Sekitar empat bulan menjalin hubungan akhirnya ia harus rela menjalin hubungan jarak jauh dengan lelaki yang dicintainya tersebut. Apalah daya. Ia mengalihkan semua kegundahannya dengan sibuk belajar dan bekerja, mengabdi di sekolah bersama dua rekan lainnya.

Akhir tahun 2008 ia menerima ijazah D-II nya. Kebetulan ada pendaftaran CPNS formasi umum waktu itu. Bismillah, ia niatkan mendaftar. Berkas ia siapkan dan tes ia hadapi meski harus berbasah-basah karena hujan. Ia ingat betul kenangan masa ini. Karena dari sinilah nasibnya berubah.

31 Desember 2008 ada pengumuman di koran. Ia sama sekali tak mencari berita apapun. Lewat seorang tetangga yang juga temannya akhirnya dia tahu, kalau dia lulus tes cpns formasi umum tahun 2008. Sujud syukur tidak terkira. Sampai saat ini koran pengumuman yang bertuliskan namanya ia simpan rapi di dokumen pribadinya.

Sempat terjadi kesalahpahaman dengan lelaki yang dicintainya, hingga sempat break beberapa lama. Ia ingin fokus pada tugas barunya, yang kebetulan jauh berada di luar tempat tinggalnya. Harus ditempuhnya melewati tiga desa, naik turun gunung dan jalan becek yang luar biasa. Dua puluh lima bulan ia sabar menjalani semuanya. Sampai per 1 September 2011 akhirnya ia bisa pindah ke sekolah yang dekat dengan rumahnya.

Pasti ada hikmah dibalik kisah. Tidak lama ia kembali pada rutinitas kerja di sekolah yang dekat dengan rumahnya. Lelaki yang ia cintai kembali hadir mengisi hari, bahkan kali ini jalinannya jauh lebih baik dari apa yang terjadi selama ini. Ia sadar bahwa lelaki yang ini begitu istimewa baginya. Bukan berarti selama ini ia tidak bisa membuka hati untuk lainnya. Namun setiap ia mencoba, selalu ada bayangan lelaki itu di balik semuanya.

Ibu Jesi akhirnya memutuskan untuk menikah. Dia menikah dengan lelaki pujaan hatinya, Joko Septiono (Ayah Jesi). Hingga saat ini, beliau baru dikaruniai satu anak yang bernama Cleverona Bintang Aljazira (Jesi) yang sudah berumur 3 tahun 8 bulan dan satu anak yang masih berada dalam kandungan yang insyallah akan lahir pada akhir tahun 2020 ini. 

Awalnya kehidupan rumah tangganya ia harus melihat suaminya yang belum bekerja. Ia tidak menuntut apapun dari Ayah Jesi. Karena Ayah Jesi harus rela meninggalkan masa kerja yang masih setengah tahun lamanya demi memenuhi permintaan istri tercinta. Ayah dan Ibu Jesi tinggal di rumah mertua yang notabene sangat mengharapkan ia segera bisa bekerja. Beruntung Ibu Jesi sudah mapan sejak lama dan ia pun membantu mencarikan pekerjaan untuk suaminya. Berkah sikap tulus ikhlas tanpa banyak meminta dan semua kesabaran mereka berdua akhirnya Ayah Jesi diterima bekerja di SD Islam Al Azhar 16 Cilacap per tanggal 17 April 2014.

Kini, Ayah Jesi telah menjadi pegawai tetap di sekolahnya. Namun, ia masih tinggal bersama mertuanya demi sebuah niat bersama istrinya tercinta, yaitu "Birrul Walidain" kepada orang tua dan mertua mereka yang masih sati desa. Semoga terus menjadi berkah bagi kehidupannya.

Ibu Jesi setiap hari rela melihat suaminya melaju dari jarak 41 km mengendarai sepeda motornya. Setiap hari ia harus membersamai kegiatan suaminya yang dimulai sejak pukul 03.30 pagi agar bekal sarapan bisa dibawanya. Ia bersyukur hidup bersama suami yang juga tak pernah menuntut apapun darinya. Begitu pula orang tua dan mertua yang begitu menyayangi dan mempedulikannya.

**

Di tahun 2018 Ibu Jesi berhasil menerbitkan buku antologi: My Little Detective (Rising Star), Love in Conflict (Rising Star), 25 Dongeng Dunia Peri (Wonderland), Tahukah Kamu (Wonderland), Ya Rabb Izinkan Kami Memiliki Buah Hati (eL Hidaca).

Buku yang terakhir adalah buku pinky yang ia tulis berdasarkan kisah based on true story. Saat ini sudah tersedia di Gramedia seluruh Indonesia sebab buku itu terbit mayor di bawah naungan Tinta Medina, sebuah Imprint Tiga Serangkai.

Buku antologi yang juga sudah proses terbit adalah Hidden Treasure (Rising Star), My Destiny (Rising Star), Cinta Pertama Pada Menulis (Menyulam Aksara), The Stories (Basagita), Anatomi Tubuh (Wonderland Family) dan masih banyak lagi yang lainnya.

Di tahun 2019 ia berhasil menerbitkan buku solo perdana yaitu novel Isa Bella, Kisah Cinta Dua Kota Dua Negara dan tiga buku solo berikutnya dengan genre yang berbeda. Banyak juga buku-buku antologi yang ia tulis bersama perempuan-perempuan penulis lainnya. 

Di tahun 2020, tahun yang istimewa, sebelum dunia di lockdown karena virus covid-19 yang luar biasa sebenarnya ia telah menerbitkan satu buku solo. Sayangnya sampai saat ini buku itu belum bisa dipeluk karena satu dan lain hal. Fokus kehamilan telah berhasil mengalihkan perhatiannya hanya pada satu titik, karena sempat mengalami ngidam parah selama tiga bulan penuh. Bahkan dalam kurun waktu 45 hari ia diopname sampai tiga kali dengan penurunan berat badan yang sanggup membuat orang lain menggelengkan kepalanya. Ia bersyukur saat ini sudah jauh lebih baik dan sehat dari waktu itu. Ia pun harap semoga keadaan dunia kembali membaik, secepatnya. 

Quotes yang ia ciptakan dan menjadikannya terus bergerak menulis diantaranya:
1. Menulis adalah caraku mengungkapkan semua cerita.
2. Setiap detik yang kurasa adalah debaran cinta padamu karena-Nya.
3. Mencintaimu adalah hal biasa yang luar biasa bagiku.
4. Menulis adalah empirisme dalam menjalin mitra dalam loka fantasi, bersahabat dengan pena dan sajak huruf. Intuisi yang berlangsung di ambang kesadaran. Ia berproses dengan seni hati, samar-samar namun jelas maknanya. Suatu aktualisasi diri dalam meninggalkan jejak diri melalui aksara. (Quotes dari temannya di KMO Indonesia)

Semoga dengan menulis akan membuatnya bisa naik pesawat terbang, karena itulah cita-citanya sekarang. Menjelang 34 tahun umurnya, pengalaman masuk bandara pun belum pernah. Ini benar-benar menguatkan identitasnya sebagai manusia pribumi di daerah "Ora Ngapak Ora Kepenak".

Sejak awal tahun 2018 ia juga mendirikan Rumah Clever, rumah belajar untuk anak-anak sekitar. Dari Rumah Clever kemudian muncullah berbagai lini dengan nama serupa untuk berbagai bidang yang dijalankan berserta seluruh anggota keluarga (The Clever Family) yang ia satukan menjadi satu fokus yaitu Clever World dengan tagline "Dunia Penuh Kecerdasan"

Ibu Jesi memberikan semua nama-nama itu karena terinspirasi dari nama Jesi, Cleverona Bintang Aljazira. Anak cerdas dengan wajah yang bersinar. Nama itu pula yang menginspirasi ilham pemberian nama untuk anak yang kedua kelak. Nama dengan huruf persis sama, suku kata sama, letak spasi yang sama. Hanya susunannya yang berbeda. Siapakah gerangan nama anak kedua penulis muda ini? Tunggu saja momennya akan tiba. 

Ibu Jesi mohon do'a dari semua, semoga selalu sehat dan bahagia. Semoga janin dalam kandungannya yang kini sudah memasuki usia 29 minggu tumbuh menjadi anak yang sehat dan sempurna, tidak kekurangan apapun dan tidak cacat sedikitpun. Kelak lahir menjadi anak yang saleh/ salehah, cerdas, ceria, berkarakter, menyejukkan hati dan mata kedua orangtuanya, berguna bagi nusa bangsa serta agama. Aamiin aamiin ya robbal 'alamiin. 

***

#Autobiografi ini adalah penyempurnaan dari autobigrafi yang ada di bagian lain blog ini. Bisa dibaca di link Autobiografi Ibu Jesi yang pertama. 

#Buku-buku karya Ibu Jesi bisa dibaca di link Tentang Ibu Jesi, atau bisa klik previous postingan ini.


Betty Clever
Betty Clever Lifestyle Blogger

1 komentar untuk "Siapakah Ibu Jesi? "