Cleo yang Tersakiti

Cleo yang Tersakiti
Oleh Betty Irwanti

Siang itu langit tak lagi terang, gumpalan awan hitam menutupi, rupanya mau turun hujan. Aku yang tengah asyik bermain harus segera pulang, berlari-lari kecil menuju rumah. Aku ingat si Nara burung kesayangan masih ada di luar.

Belum juga sampai di rumah hujan pun mulai turun, lama kelamaan semakin deras. Aku yang tak ingin kebasahan, berteduh di sebuah rumah tak berpenghuni. Tiba-tiba kudengar suara kucing mengeyong. Mataku melihat sekeliling dan tertujulah pandanganku kemudian pada seekor kucing kampung berbadan gemuk yang lusuh tak terawat. Aku pun merasa iba pada kucing ini, mungkin dia lapar. Aku mengelus kepalanya, kucing ini pun terdiam.

Tak berapa lama hujan mulai reda, aku melangkahkan kaki untuk segera pulang. Namun aku tak tega meninggalkan kucing ini sendiri. Tanpa pikir panjang langsung kugendong kucing itu dan kubawa pulang. Sesampainya di rumah langsung kumasukkan kucing itu kedalam kandang kecil milik Moci si tupai milikku yang sudah tiada. Kuberi dia makan ikan yang sudah lama kusimpan dalam kulkas.

Beberapa hari bersamaku kucing itu mulai akrab. Aku kemudian memanggilnya Cleo. Tingkahnya yang lucu dan riang membuatku ingin terus memegangnya. Cleo pun mulai mengenal lingkungan sekitar termasuk Nara. Aku bisa membiarkan Nara dan Cleo bermain bebas di halaman rumah.

Suatu hari selepas pulang sekolah aku tak melihat Nara di kandangnya. Aku segera mencari ke sana-kemari, namun tak kulihat juga. Pikirku pun langsung tertuju pada Cleo, "Jangan-jangan Cleo yang telah memangsanya," pikirku jelek.

Dalam hati kecilku menyangkal. Tetapi logikaku mengatakan demikian, betapa bodohnya aku. Memang sedari tadi pagi kubiarkan Cleo bebas bermain di rumah tanpa kumasukkan kandang.

"Cleo... Cleo... Cleo...." panggilku keras-keras.

Sambil berlari aku mencari Cleo di belakang rumah. Rupanya Cleo tengah berbaring santai. Mendengar teriakan tuannya Cleo pun terbangun.

"Cleo kamu tau di mana Nara?" tanyaku pada Cleo. Cleo hanya duduk sambil mengeyong.

"Apa jangan-jangan kamu telah memakannya?" tuduhku padanya.

Melihat sang majikannya marah Cleo pun tertunduk diam.

"Dasar kucing kampung tak tau di untung!" ucapku keras.

"Pergi kamu dari sini!" entah mengapa aku begitu marah pada Cleo.

Melihat kemarahan majikannya itu Cleo pun tak bisa berbuat apa-apa. Ia beranjak, lalu pergi. Cleo mengeyong keras seolah ingin mengatakan sesuatu.

Aku meninggalkan Cleo. Rasa kesal dan sesalku belum terhenti. Rasa tak percaya masih menggelayut dalam hati. Kucing yang selama ini aku sayang telah tega menyakiti hatiku.

Aku duduk memandang kandang Nara.

Tiba-tiba terdengar suara dari bagian atas atap rumah, "Dubruk... dubruk... dubruk....".

Aku pun langsung mencari sumber suara itu. Ternyata dari atas plafon rumah. Aku langsung naik dan melihat ke bagian dalam plafon melalui lubang kecil. Betapa terkejutnya begitu aku melihat Nara ada di dalam. Ternyata Nara terperangkap masuk ke dalam plafon dan tak bisa keluar. Tubuhnya lemas karena kekurangan oksigen. Aku langsung mengambilnya dan membawa keluar.

Aku senang Nara selamat.

Seketika itu aku langsung ingat Cleo. Aku telah menuduh dan mengusirnya. Aku bergegas lari ke belakang mencari Cleo namun tak menemukannya. Kucoba mencari di sekitar rumah tetangga pun tak kudapati Cleo.

Mungkin kini aku harus benar-benar merelakan kepergian Cleo untuk selamanya. Rasa sesalku tak tertahan, aku telah menyakiti Cleo.

"Cleo semoga kamu bisa menemukan tuan yang lebih baik dari pada aku!" air mataku menetes.

Meong... Meong... Meong..." sontak aku menoleh. "Cleo...!!!"

Kupeluk kucing yang tidak bersalah itu sambil berucap "Maaf" tanpa henti.

*

#KelasFiksiODOP6
#OneDayOnePost
#EstrilookCommunity
#Desember2018
#Day4

@Clever Class, Cilacap, 4 Desember 2018: 10.16.
Ibu Jesi.
Nyi Bejo Pribumiluhur.

Gambar: pexels.com

Betty Clever
Betty Clever Lifestyle Blogger

1 komentar untuk "Cleo yang Tersakiti"

  1. Kucing itu bagi kebanyakan orang lucu ... Tp aneh knp aku takut m kucing ya. Bg ku seram dan menakutkan.

    BalasHapus