Petasan Atau Jeblugan?



Ramadhan Writing Challenge
#RCO
#Day28
#OneDayOnePost
#Petasan

Dilansir dari Wikipedia dapat diketahui bahwa petasan (juga dikenal sebagai mercon) adalah peledak berupa bubuk yang dikemas dalam beberapa lapis kertas, biasanya bersumbu, digunakan untuk memeriahkan berbagai peristiwa, seperti perayaan tahun baru, perkawinan, dan sebagainya. Benda ini berdaya ledak rendah atau low explosive. Bubuk yang digunakan sebagai isi petasan merupakan bahan peledak kimia yang membuatnya dapat meledak pada kondisi tertentu.

Di Indonesia, petasan sudah menjadi salah satu hal yang biasa ditemui, terutama pada saat bulan Ramadhan dan Idul Fitri. Kebanyakan anak-anak sesudah sahur bermain petasan dan kembang api. Mereka dengan seenaknya melempar petasan–petasan yang mereka bawa pada teman-temannya atau mobil yang sedang lewat, tanpa memikirkan akibatnya.

Petasan dan sebangsanya memang barang gelap, yang berarti benda larangan. Sejak zaman Belanda sudah ada aturannya dalam Lembaran Negara (LN) tahun 1940 Nomor 41 tentang Pelaksanaan Undang-Undang Bunga Api 1939, di mana di antara lain adanya ancaman pidana kurungan tiga bulan dan denda Rp 7.500 apabila melanggar ketentuan "membuat, menjual, menyimpan, mengangkut bunga api dan petasan yang tidak sesuai standar pembuatan".

Mungkin karena peraturan tersebut dianggap sudah kuno dan "terlalu antik", maka pemerintah telah mengeluarkan berbagai macam peraturan, diantaranya UU Darurat 1951 yang ancamannya bisa mencapai 18 tahun penjara.

Andai semua bisa memahami betapa besar dampak negatif ketimbang dampak positifnya mungkin lebih banyak orang memilih untuk tidak memainkannya.

Dalam beberapa berita di media online maupun fakta di dunia offline, tersiar banyak kabar celaka baik anak-anak atau orang dewasa yang main petasan karena kurangnya kewaspadaan atau kehati-hatian. Akibatnya ada yang tangannya terluka, bagian tubuhnya lain juga terluka, yang paling bahaya adalah matanya terluka. Dunia menjadi gelap karena terkena letupan mercon yang ia sengaja.

Ah, mainlah sedikit. Kelas-kelas mercon banting yang bunyinya nggak seberapa. Itu sedang marak di kalangan anak-anak kecil sebaya Kakak Fatih dan teman sepermainannya. Tapi tetap saja bagiku itu sama sekali bukan tanpa bahaya.

Yang paling membuat gemes bagi para orangtua adalah ketika anak bermain mercon tanpa tahu waktu, tempat dan suasana. Kapan dan di mana saja mereka berada mereka asyik dengan mercon yang sudah mereka punya. Di masjid, sedang waktunya salat ada yang menyalakan mercon. Di jalan, siang hari bolong nyaman mercon. Di sekolah sedang jam istirahat ada saja yang iseng membunyikan petasan. Sungguh, derajat kegemesan para guru jelas meningkat menjelang hari raya.

Beruntung Kakak Fatih tidak begitu tertarik dengan mercon yang bersuara keras nan membahana. Tahun ini justru ia tertarik dengan jeblugan. Apa itu jeblugan?

Jeblugan adalah semacam mainan anak-anak pada era 1970-1980 an. Bisa jadi booming sampai masa 1990-an. Dibuat dari bambu panjang yang bagian dalamnya sudah dibersihkan. Diberi satu lubang di bagian atas sebagai pemantik nyala api. Lubang bagian depan dan belakang ditutup dengan banyak sumpalan. Biasanya disumpal kain atau bahan yang lain. Khusus bagian depan ketika akan dimainkan, sumpalan dibuka supaya suara lebih menggelegar.

Aku sendiri hanya memperhatikan Kakak Fatih yang sangat umrek memainkan jeblugan ini. Beberapa hari dia sangat asyik dengan mainan barunya ini. Sepanjang mata memandang aku melihat dia meniup-niup asap yang begitu pekat menyembul dari dalam batang bambu jeblugan itu. Mamak mertuaku juga sibuk sibuk mengingatkan agar dia tak begitu saja menghirup udara penuh kadar karbon dioksida itu.

"Mbah, Kakak Kemana?"
"Lagi ke rumah temannya, mau beli jeblugan!"
"Beli jeblugan?"
"Iya,"
"Bukannya dia sudah punya?"
"Iya, tapi punya dia nggak jadi. Kukuse ubrung!"
"Lha, sih..."
"Kemarin katanya ada teman nawarin mau jual jeblugannya yang sudah jadi."
"What?? Jualan jeblugan?"
"Nggak jualan sih. Cuma mungkin dia sudah bosan main. Makanya dia jual?"
"Berapa harga satu jeblugan Mbah?"
"Kata Kakak, lima ribu."

Aku manggut-manggut tanda mengerti. Betapa kreatif anak zaman sekarang ini. Sudah bosan punya mainan, mainannya ia jual dengan harga yang pantas dan bisa untuk membeli apa yang dia sukai. Lima ribu itu di sini masih bisa untuk beli jajan yang bervariasi. Mulai dari Cilung, Cimol atau sejenisnya dengan nama depan yang seragam yaitu ci.

Bukan karena di sini daerah Cilacap City, tapi karena jajajan dengan bahan aci (tepung tapioka) juga sedang laris manis seperti larisnya penjual mercon menjelang hari Raya Idul Fitri.

Untung saja Bebi Jesi tidak tertarik dengan mercon sama sekali. Bukan karena dia anak perempuan sedang Kakak Fatih itu laki-laki. Bebi Jesi justru takut dan memilih menjauhi. Aku sangat-sangat bersyukur untuk hal ini. Kenapa? Karena jujur aku tidak suka mercon sama sekali. Ini berarti puteri kecilku nuruni aku.

Bicara turun menurun, secara ilmu biologi jelas anak adalah perpaduan dua gen orang tuanya. Buktinya ya lihat saja Bebi Jesi. Secara fisik puteri kecilku mirip sekali denganku. Kulit, rambut, muka sampai pada proporsional tubuh dia bagai kembaranku, itu kata ibunya.

Tapi coba lihat dari sisi yang lain, dia menyukai jenis makanan apapun, seperti ibunya. Berbeda denganku yang tidak menyukai daging ini dan itu. Bebi Jesi penyuka segala, dia mau makan segalanya tanpa picky. Tidak juga seperti Kakak Fatih yang maunya tiap hari makan pakai telor tanpa mau memilih yang lainnya.

Dari segi sifat dia perpaduan kedua orang tua. Dia pendiam tapi jika sudah mengenal dia akan beramah tamah dengan sungguh-sungguh. Bebi Jesi memiliki karakter ekstrovert juga introvert. Kenapa keduanya? Menurutku percaya dirinya luar biasa tapi dia juga butuh waktu penyesuaian diri ketika masuk lingkungan baru. Bertamu ke rumah orang saja jika baru masuk sudah banyak ditanya ini itu, dia akan langsung mengkeret. Lebih-lebih kalau dicolek sana dicolek sini, tidak perlu lama baginya untuk segera pamit undur diri.

Dia laksana bintang yang menerangi kehidupan keluarga kami, The Clever Family. Keluarga yang selalu merindukan kebersamaan bersama Bebi Jesi tercinta. Bahkan di satu waktu pernah ada yang tiba-tiba datang sebab teleponan tanpa disengaja.

"Om, kembaliin mobilnya Jessi!"
"Mobil?"
"Iya..."

Tanpa dia sadari dia sudah menyulut rindu yang berasap sejak lama. Dia sudah berhasil membuat dua orang manusia berkemas untuk segera menempuh jarak tiga kota. Kebumen, Banyumas dan Cilacap akhirnya.

Dialah Bebi Jesi dengan segala pesona. Dia seperti kembang yang semerbak dan dicari keberadaannya. Tapi dia juga bisa jadi api yang membakar semangat siapapun yang melihat senyumannya.

Semangat untuk selalu sehat dan bahagia. Semangat untuk senantiasa selalu berada di dekatnya. Semangat untuk selalu berkarya.



Sumber informasi tentang deskripsi mercon diambil dari laman web https://id.m.wikipedia.org/wiki/Petasan yang diakses pada pukul 13.21 WIB)

🌸

@RumahClever, Cilacap, 22 Juni 2019: 20.37
Betty Irwanti Joko
Ibu Jesi
Nyi Bejo Pribumiluhur

#1026kata
Betty Clever
Betty Clever Lifestyle Blogger

Posting Komentar untuk "Petasan Atau Jeblugan? "