Pernikahan di Usia Matang itu yang Bagaimana Ya?






#Day12
#KelasNonFiksi
#OdopBatch7

Bismillah

Semangat Sabtu
Semangat masih menggebu
November segera berlalu
Desember akan menyapamu

Waktu demi waktu
Menemani setiap mimpiku
Tahun ini aku menderu
Tahun depan semoga begitu

Selamat datang bulan baru
Selamat tinggal semua sendu
Selamat tinggal semua ragu
Selamat datang tahun yang kutunggu

Banyak harap dalam untaian lagu
Banyak langkah dalam deret dan laju
Banyak do’a untuk Yang Maha Tahu
Hanya pada-Nya aku mengadu.

Alhamdulillah, semangat Sabtu. Semangat di penghujung Minggu. Tak seharusnya aku berpuisi begitu, tapi ya sudahlah Yahnda Bunda, Calon Yahnda Bunda dan teman-temanku...

Saatnya mulai untuk menulis postingan hari Sabtu.
Oke Baiklah.

Pada dua postingan sebelum postingan ini, ada salah satu Bunda yang meninggalkan jejak di kolom komentar dengan pernyataan kesukaannya pada kalimat penutupku yang berbunyi, “Remind me of Allah if your love for me is indeed true.” : Ingatkan Aku pada Allah jika memang kamu benar-benar mencintaiku.

Cinta, menjadi dasar atas segala sesuatu yang kita lakukan. Jika tidak ada cinta, tidak akan ada rela dan ikhlas setelahnya. Jika tidak ada cinta, tidak akan ada kasih sayang dan ketulusan yang menyertainya.

Jika tidak ada cinta pada-Nya, mungkin kita semua tidak akan sabar dan tawakal dalam menghadapi ujian. Percayalah, hidup itu ujian. Ujian itu kadang datang tanpa pernah kita duga sebelumnya. Bisa jadi kita sudah tidak lagi berada dalam dunia sekolah maupun perkuliahan. Namun, ujian akan selalu ada selama kita masih hidup di dunia ini.

Bagi seorang perempuan lajang, bisa jadi ujian mereka adalah saat jodoh tak kunjung datang. Percayalah, bahkan Ibu Jesi harus sabar menanti sampai tujuh tahun lamanya baru akhirnya menikah dengan Ayah Jose.

Menikah di usia yang tak lagi muda (usia matang), adalah pilihan. Mungkin saja ada yang di usia muda sudah siap menikah, silakan, selama sudah siap dengan segala konsekuensinya.

Seperti yang sudah pernah kutuliskan dalam buku Staring, ada banyak ulasan tentang #CleverWedding dan #CleverParenting di sana.

“Pernahkah kamu mengira jika Ramadhan tahun ini akan menjadi Ramadhan terakhirmu di masa lajang? Hanya kamu dan Allah yang tahu. Atau bahkan jika kamu sendiri belum tahu, biarkan ini menjadi rahasia Allah Yang Maha Kuasa atas segala sesuatu. Tidak usah khawatir jika Ramadhan tahun ini kamu masih sendirian, kan ada kakak atau adik yang bisa diajak jalan. Ada Ayah atau Ibu yang bisa menjadi teman”

“Percayalah, hidup itu ujian. Memangnya kamu pikir menikah itu mudah? Kalau kata Ayah Jose dulu, pas Ibu Jesi baru kenal beliau. Pernah ada suatu percakapan istimewa yang akhirnya beliau jawab dengan pernyataan: Menikah itu mudah. Yang susah itu cari bekalnya. Agar setelah menikah hidup menjadi mudah, tidak malah membuat susah.”

Waktu itu aku melongo mendengar pernyataan itu keluar dari mulut orang yang kusayang. Namun, setelah harus bersabar lebih dari tujuh tahun, kemudian menikah dengannya hampir enam tahun, aku menyadari bahwa semua itu memang benar adanya.

Apanya yang benar? Yang benar adalah kita harus mencari bekal sebelum menikah. Karena menikah itu urusan yang berhubungan dengan dunia akhirat kita.

Duniamu akan indah ketika kamu menikah dengan orang yang tepat menurutmu. Akhiratmu niscaya akan indah juga saat kamu menikah dengan orang yang tepat menurut-Nya.

Sungguh. 

Percayalah, hidup itu ujian.

Sudahkah kamu siap diuji untuk mendapatkan itu semua? Sudahkah kamu siap menyesuaikan diri dengan keadaan selanjutnya?

Berpuaslah melakukan apapun ketika belum menikah, sebab saat menikah ada batasan meskipun pasanganmu memberikan banyak kebebasan dalam banyak hal.

Berpuaslah pergi ke manapun yang kamu mau saat sebelum menikah, karena ketika menikah ada waktu yang kamu harus curahkan sepenuhnya perhatian hanya untuk keluarga kecilmu.

Berpuaslah ngabuburit sesukamu, ke manapun kamu mau. Bersama teman dan keluargamu. Karena bisa jadi Ramadhan tahun ini akan menjadi Ramadhan terakhirmu bersama mereka? Sebab tahun depan, setelah menikah bisa jadi kamu akan ngabuburit dengan pasanganmu. Bukankah itu jauh lebih indah?

Berpuaslah tarawih dan beribadah dengan fokus di masa mudamu, bisa jadi setelah kamu menikah dan dikaruniai momongan kamu harus mengutamakan suami dan anakmu yang masih baby.

Sama sepertiku. Saat menikah dan empat tahun kemudian baru ada Kakak Jesi. Kami telah dipersiapkan oleh Allah swt untuk benar-benar menjadi orang tua yang siap.

Ayah Jose siap mendidik istri dan anaknya. Aku siap patuh pada suami dan siap mendidik anaknya juga. Lha apa kaitannya.

Jelas ada kaitannya. Empat tahun bukan waktu yang sebentar bagiku dan suami untuk banyak belajar kehidupan. Kehidupan untuk sebuah kebaktian pada dunia dan keluarga. Juga kebaktian pada akhirat dan pasangan.

Kini, Kakak Jesi sudah berumur tiga tahun kurang dua bulan.  Dia sudah bisa diajak belajar, bermain dan beribadah maka Ayah Jose dan aku, Ibu Jesi mulai mengumpulkan catatan tentang pengasuhan puteri kecilnya ke dalam sebuah lini #CleverWorld yang diberi nama #CleverParenting.

#CleverParenting menjadi niche blog mulai bulan November ini fokus membahas topik apakah benar anak cerdas berasal dari orang tua yang cerdas dan anak cerdas berawal dari pernikahan yag cerdas pula. Untuk topik bulan depan, sudah kurencanakan, namun masih kurahasiakan ya. Cieee...

Menutup postingan #CleverParenting bulan ini, aku ingin mengulas salah satu poin di postingan Pernikahan Cerdas itu seperti apa. Salah satu poin itu adalah Pernikahan di Usia Matang.

Salah satu ciri pernikahan cerdas yang akan melahirkan anak cerdas adalah pernikahan di usia matang. Pernikahan usia matang adalah pernikahan dalam rentang waktu mulai usia 27 tahun untuk perempuan dan 29 untuk si pria.

Yahnda Bunda, Calon Yahnda Bunda sendiri menikah di usia berapa?
  
Merujuk sumber tulisan dari web hellosehat.com, Di usia pertengahan 20-an, Yahnda Bunda, Calon Yahnda Bunda terhitung sudah cukup dewasa untuk memahami benar mana cinta yang dibutakan nafsu dan cinta berdasarkan ketulusan. Sebab semakin dewasa seseorang, mereka telah menghabiskan cukup banyak waktu untuk berpetualang mencari jati diri dan akhirnya mengetahui pasti apa yang mereka benar-benar inginkan dalam hidup.

Mereka juga mengerti apa saja hak dan tanggung jawab yang dimilikinya demi mencapai tujuan hidup. Semakin dewasa seseorang juga bisa menandakan bahwa ia memilliki kematangan fisik dan stabilitas finansial yang mumpuni untuk menghidupi diri sendiri serta tanggungan lainnya.

Meski tingkat kematangan dan finansial memainkan faktor utama, tingkat pendidikan juga sama pentingnya. Menunda pernikahan sampai setelah menerima gelar sarjana terbukti menurunkan risiko bercerai daripada pasangan yang berpendidikan rendah, menurut sebuah studi Family Relation tahun 2013.

Yang perlu dipahami, menunda menikah setelah rampung kuliah bukan semata untuk mengejar gelar. Mengenyam pendidikan setinggi-tingginya menjadi jalan terbaik buat Anda membuka wawasan terhadap dunia nyata.

Semakin banyak pula orang-orang dengan karakteristik berbeda yang akan Yahnda Bunda, Calon Yahnda Bunda temui untuk berbincang dan bertukar pikiran. Lambat laun, ini semua dapat membentuk kepribadian, prinsip hidup, dan pola pikir Yahnda Bunda, Calon Yahnda Bunda secara keseluruhan.

Walau demikian, tentu saja keputusan untuk kapan menikah tak bisa hanya didasarkan oleh hasil survey semata. Tidak ada patokan usia ideal atau batas jangka waktu pacaran yang mampu menjamin kebahagiaan pernikahan.

Pada akhirnya, diri Yahnda Bunda, Calon Yahnda Bunda sendirilah yang menentukan kapan waktu yang tepat bagi Yahnda Bunda, Calon Yahnda Bunda untuk menikah. Entah itu di usia 20-an, 30-an, 40-an, dan seterusnya. Nyatanya, pernikahan dan perceraian adalah fenomena sosial yang sulit diukur hanya dengan angka.

Tak ada yang melarang untuk cepat-cepat menikah. Jika Yahnda Bunda, Calon Yahnda Bunda dan pasangan sudah sama-sama siap lahir-batin dan juga secara finansial untuk nikah muda, tentu tidak masalah. Tapi bagi yang lainnya, tetap tak ada salahnya untuk mempertimbangkan masak-masak semua manfaat dan risikonya.

Apakah Yahnda Bunda, Calon Yahnda Bunda memang benar siap mengarungi bahtera rumah tangga, atau hanya menikah demi gengsi dan menghindar dari pertanyaan membosankan “Kapan nikah?”

Hanya Yahnda Bunda, Calon Yahnda Bunda yang bisa menjawab dan membuktikannya. Iya, kan?

To love someone deeply gives you strength. Being loved by someone deeply gives you courage. (Lao Tzu). Mencintai seseorang secara mendalam akan memberimu kekuatan. Dicintai seseorang secara mendalam memberimu keberanian.



Betty Clever
Betty Clever Lifestyle Blogger

8 komentar untuk "Pernikahan di Usia Matang itu yang Bagaimana Ya?"

  1. Bagus sekali kakakku, senang membacanya
    #semangat

    BalasHapus
  2. bagus sekali tulisannya, terima kasih sharingnya kak :)

    BalasHapus
  3. Selalu suka dengan tulisannya mba Betty

    BalasHapus
  4. Bener juga. Dicintai seseorang memang memberikan keberanian

    BalasHapus
  5. Dan dicintai seseorang juga menumbuhkan rasa percaya diri dan yakin.kalau aku, menikah di usia 29 mba.. ��

    BalasHapus
  6. Masyaa Allah, semoga selalu dalam lindungan Allah ya Mba Betty and Family <3

    BalasHapus
  7. Senang dengan tulisan mbak. Terima kasih

    BalasHapus
  8. Waowwww 7 Tahun Bunda,,, luar biasa bisa jadi panutan hii semoga segera datang jodohku aamiiinnn

    BalasHapus