Pengalaman Ibu Jesi Melahirkan Normal






#Day6
#OneDayOnePost
#EstrilookCommunity

#Day6
#OneDayOnePost
#KomunitasODOP
#PjOprecOdop7
#GrupTokyo
#DosbingNAC

PENGALAMAN MELAHIRKAN NORMAL /CAESAR

Aku menikah pada tanggal 20 Agustus 2013 dan baru dinyatakan hamil setelah 33 bulan usia pernikahan. Bukan tanpa ikhtiar aku dan suami mengusahakan, namun takdir Allah SWT menggariskan kami harus bersabar dalam rentang waktu yang ternyata cukup panjang.

Kami mengungkapkan syukur dengan cara terbaik dalam menjaga kehamilan. Apalagi anak yang lahir dari rahimku kali ini berstatus cucu pertama dari jalur keluargaku. Dari jalur keluarga suami, anakku adalah cucu yang keenam.

40 puluh minggu dalam masa luar biasa, perhatian dan kasih sayang luar biasa pula kudapatkan. Percayalah salah satu rezeki terbaik dari Allah SWT adalah saat kita dikelilingi oleh orang-orang yang baik. Kasih sayang sama sekali tak berkurang bahkan menjelang persalinan dan hingga masa sekarang.

Saat ini puteri kecilku sudah berumur 2,5 tahun. Kurang lebih sebelas hari lagi usianya akan genap menjadi 32 bulan. Kami menamainya dengan ulang bulan. Selalu ada tanda pengingat saat tanggal itu datang. Selalu ada memori ingatan yang tiba-tiba menyeruak saat cerita itu terkenang.

Waktu itu, pertengahan awal bulan di awal tahun 2017. Ada7 poin ingatan yang ingin dibagikan Ibu Jesi tentang pengalamannya melahirkan normal:

1. Lewat HPL

Aku dinyatakan hamil tepat pada bulan April 2016. Atas dasar perhitungan hari pertama menstruasi terakhir, HPL pun ditentukan. 10 Januari 2017 sebagai hari kelahiran yang diprediksi. Betapa nikmatnya hari demi hari yang kujalani. Minggu demi minggu perutku semakin membesar. Bulan demi bulan, rutinitas periksa ke dokter kandungan menjadi langganan.

Aku mengalami nyidam hebat, sampai dua kali opname di rumah sakit. Yang pertama sampai habis 4 botol infus. Yang kedua sampai habis 8 botol infus. Berat badan sampai turun 12 kilogram hanya dalam rentang waktu dua bulan.

Setelah masa nyidam lewat, alhamdulillah aku kembali sehat. Semua jenis makanan aku lahap. Itu membuat berat badan kembali merangkak naik dan berada di level teratas menjelang waktu melahirkan.

Ada yang terlewat di masa akhir trimester ketiga. Karena alasan kesibukan dan lain hal, aku tidak ke dokter kandungan. Kami jadi berpatokan pada hasil kunjungan dokter yang terakhir. Bismillah, semoga dilancarkan.

2. Tiga kali periksa bidan

Satu minggu menjelang HPL tidak ada tanda-tanda yang signifikan. Calon bayi terus aktif, juga ibunya. Sebab sering terbangun di malam hari dan tidak bisa tidur kembali, aku mulai menemukan hobi baru, yaitu menulis. Inspirasi buku pinky-ku hadir kala itu.

Tepat satu hari menjelang HPL, tanda itu mulai muncul. Hanya saja kami belum begitu memahami. Aku masih berangkat kerja, hanya saja izin setengah hari. Setelah hari itu aku juga hanya berangkat setengah hari. Aku segera periksa ke bidan. Ternyata belum ada tanda-tanda.

Ada tanda seperti keputihan tapi kupikir itu bukan ketuban. Sebab kata Mamaku, kalau ketuban pecah bakal terdengar bunyi "Pyok" begitu. Tapi yang terjadi padaku tidak. Tidak ada bunyi seperti itu. Kami menganggapnya tanda biasa. Aku kembali periksa ke bidan, dilihat belum ada tanda juga.

HPL lewat satu hari, ada bercak merah yang keluar. Kami semakin bersiap. Aku semakin gelisah. Suami juga makin resah. Waktu itu beliau masih berangkat kerja seperti biasa, aku juga. Hanya saja sudah tidak sepenuhnya punya konsentrasi. Aku kembali periksa ke bidan, belum ada pembukaan.

Sampai HPL lewat tiga hari, aku sudah sedikit tenang, bayi semakin aktif di dalam. Tapi tidak dengan suamiku. Dia ingin memeriksakan aku dan bayiku ke rumah sakit di kota. Kami bersiap. Senin pagi, tanggal 16 Januari 2019 pukul 06.00 pagi kami berangkat ke RSUD Cilacap.

3. Nunggu ayah cuti

Suamiku langsung mengajukan cuti, meski hanya lewat japri. Surat resmi bisa diurus kemudian. Entah mengapa, harus menunggu suamiku cuti dulu baru tanda-tanda itu datang. Mungkin puteri kecilku ingin ayahnya mendampingi saat ia lahir.

Benar saja, suamiku menemani semua proses dari awal sampai akhir. Beliau yang biasanya "jijihan", bau apa saja yang menyengat bisa membuatnya muntah-muntah tanpa alasan. Melihat apa yang jiwa dan rasanya tidak berkenan, beliau juga akan muntah-muntah.

Puji syukur kehadirat Tuhan. Beliau ada di sampingku melihat semuanya. Melihat saat istrinya berjuang melewati proses persalinan. Beliau kuat. Sama sekali tidak muntah-muntah. Sama sekali tidak terpengaruh keadaan. Seketika beliau menjadi manusia paling kuat untuk menguatkan istrinya melalui proses panjang.

4. Dipacu

Persalinanku melalui proses yang panjang. Sesampainya di RSUD Cilacap aku langsung masuk ruang periksa dokter kandungan setelah melewati proses panjang antrean. Kata dokter, sudah tidak usah diperpanjang lagi hamilnya, besok harus keluar. Ketuban sudah hampir habis. Kasihan Ibu dan bayinya. Jalan terbaik adalah dipacu atau diinduksi.

Aku tidak paham persis apa itu induksi. Yang aku lakukan kemudian, duduk dan berdo'a tanpa henti. Suamiku menghubungi orang rumah, untuk menyusulkan semua perlengkapan dan peralatan yang sudah disiapkan. Sebenarnya mau dibawa tadi sekalian, tapi kami takut membuat kedua orang tua khawatir. Aku mengirim japri khusus kepada bidan yang menanganiku, memberitahukan informasi terkini dan meminta do'a darinya.

Hari Senin, 16 Januari 2017 tepat pukul 13.30 aku masuk ruangan bersalin. Aku menempati ruangan pojok. Setelah proses pemeriksaan awal selesai aku diminta berbaring. Satu jam kemudian ada pasien baru datang. Menempati tempat tidur sebelah. Sampai pukul lima sore, ruangan sudah penuh oleh satu orang lagi. Jadilah ada tiga orang ibu hamil yang akan melahirkan saat itu.

Pukul 15.30 aku diminta minum obat, kecil sekali. Seperti seperempat bagian obat utuh. Obat kedua diberikan dalam jeda waktu lima jam sambil menunggu reaksi. Obat sesi pertama tidak berpengaruh apapun.

Pukul 20.30 aku meminum obat yang kedua. Reaksi belum begitu terasa. Aku masih bisa mengobrol dan tertawa. Sampai-sampai bidan jaga pun terserang dibuatnya.

"Masih bisa senyum ya Bu? Tunggu reaksi yang ketiga!" katanya dengan nada meledek. Aku ya hanya senyum-senyum. Lha wong nyatanya memang begitu. Tengah malam rasanya perut ini turun. Sering sekali minta ditemani turun dari tempat tidur dan buang air kecil di kamar mandi.

Jam dua dini hari, ibu hamil yang berbaring di tengah bereaksi. Anaknya yang kembar laki-laki sudah terdeteksi meninggal dan harus dikeluarkan segera. Aku mendengar dan melihat semua prosesnya. Meski ada sekat yang menghalangi tapi apa artinya itu semua. Wong jarak hanya satu meter saja, kan ya?

Satu jam kemudian bayi pertama laki-laki lahir, tapi posisinya sudah meninggal. Lima belas menit kemudian bayi kedua lahir, dalam kondisi hidup. Hanya saja posisinya prematur. Karena baru berumur 7 bulan dalam kandungan.

Sungguh, aku benar-benar menyiapkan diri. Mungkin proses yang dialami ibu tadi adalah gambaran untukku. Aku merekam semua itu dalam ingatanku.

Pukul 03.30 aku meminum obat yang ketiga. Qadarullah, bayiku bereaksi dengan cepat. Tidak bisa kudefinisikan lagi rasa yang menyergap seluruh badan. Posisi yang sungguh luar biasa untuk sebuah proses persalinan. Dari ujung kaki sampai ujung rambut rasa itu sampai kini sering membayang.

Pukul lima pagi, bukaan sudah lengkap. Dan bidan mulai bersiap pada masing-masing posisi. Menurut mereka, aku ini pasien yang lumayan sulit ditangani. Entah karena apa juga aku tidak paham maksud mereka. Yang kudengar bidan kepala ruangan menelepon dokter kandungan dan diberi waktu sampai pukul 11 siang, bayi itu harus lahir normal.

5. Lahir tepat pukul 10.55

Entahlah, aku tidak lagi bisa merasakan rasa lain selain nikmat akan menjadi ibu. Kehadiran suami yang menguatkan benar-benar membantuku. Bahkan ketika salah satu dari bagian tubuhku harus dikoyak demi pelebaran jalan lahir, aku mengangguk setuju. Ya, Tuhan. Aku ingin segera melihat anakku lahir dengan semangat. Aku ingin melihat bayi mungil itu.

Aku menghitung ada 12 bidan yang mengerumuniku sejak pukul 9 pagi. Mereka memakai seragam biru hitam bergambar logo Korpri. Ya, hari Senin ini memang tanggal 17 dan memang diwajibkan para pegawai pemerintah untuk memakai kostum itu.

Di menit-menit akhir sebelum pukul sebelas pagi, ada sosok mungil yang tiba-tiba ada di atas perutku. Apakah itu putriku? Sungguh air mataku tidak bisa dibendung. Bayiku langsung dibawa perawat dan suamiku mengikuti dari belakang.

Beberapa saat kemudian terdengar suara tangisan bayi, ya Allah? Apakah itu bayiku? Keberanikan diri bertanya, alhamdulillah. Putriku lahir dengan selamat tepat pukul 10.55. Dan jika dituntut ke belakang, jam dan menit yang sama itu adalah jam satu suamiku mengucapkan ijab qabul saat menikahiku, empat tahun yang lalu.

Semua terjadi atas kuasa-Nya, bukan?

6. Ibu pulang duluan

Aku sehat, tapi tidak dengan bayiku. Bayiku harus masuk ruang perawatan bayi. Malam setelah kelahirannya aku sudah pindah ke ruang perawatan Ibu bersalin. Aku ingin sekali melihat bayiku? Aku sampai menangis, merajuk pada suamiku.

Saat dokter berkunjung ke ruanganku, suami mengutarakan maksud. Jawaban dokter sangat melegakan. Silakan boleh berkunjung, kalau ASI-nya sudah keluar langsung saja diberikan. Pagi-pagi benar aku langsung minta diantar ke ruangan bayi. Aku ingin melihat puteri kecilku.

Ya Allah, pertama kali melihat sosoknya aku langsung jatuh cinta. Anugerah terindah dari Tuhan untuk kami semua. Aku hanya bisa mengelus tangan dan pipinya, dia sedang tidur. Aku tidak bisa menggendongnya sebab ada selang oksigen dan infus. Alhamdulillah, dia tidur di boxs biasa, tidak di inkubator. Berat badan bayiku termasuk normal, dua puluh sembilan ons termasuk besar diantara bayi-bayi di ruangan itu.

Tiga hari setelah persalinan aku sudah disarankan pulang. Tapi bagaimana dengan bayiku? Bayiku belum boleh pulang. Aku bahkan belum bertemu untuk yang kedua kalinya. Aku ingin bersamanya, tapi tidak bisa. Dokter menyarankanku untuk pulang saja. Dengan berbagai pertimbangan keluarga akhirnya aku menurut saat diajak pulang. Bapak yang menjaga bayiku di rumah sakit, di luar area ruang perawatan.

Malamku di rumah terasa hampa. Aku ingin bersama bayiku. Pagi-pagi Bapak menelepon ke rumah. Aku harus kembali ke rumah sakit sebab bayiku harus belajar menyusu. Bayangkan aku harus kembali menempuh jarak 41 kilometer dari rumah.

Alhamdulillah, kali kedua melihat bayiku. Aku sudah bisa menyusuinya. Perlekatan itu sempurna, hingga membuat bayiku dipuji banyak orang karena itu semua. Sungguh, aku telah menjadi ibu yang sempurna. Malamnya aku menginap, bersama ibu yang lain, yang anaknya juga dirawat. Bahkan ada pula yang sudah sampai satu bulan. Ya Allah ya Rabb, kami termasuk ke dalam golongan orang yang beruntung. Semoga besok kami sudah boleh pulang.

7. Lahir tepat tanggal 17

Tanggal 20 Januari 2019 setelah dokter anak memeriksa keadaan puteri kecilku, akhirnya kami sudah diperbolehkan pulang. Kami sangat bersyukur. Satu yang menjadi catatan adalah puteri kecil tidak boleh kelaparan dan kedinginan. Ini sebab kondisi pasca lahir dia tidak menangis dan membiru disertai campur ketuban berwarna hijau.

Bisa jadi ia meminum air ketuban yang sudah rembes atau karena proses persalinan yang panjang dia lemas duluan. Bisa juga dia kekurangan oksigen karena proses pernapasan ibunya sempat tersendat. Lebih-lebih posisi lahir ternyata bayiku terlihat tali plasenta di lehernya.

Ingatan itu masih sempurna melekat meski mungkin ada yang terlewat. Bahkan kadang masih sering terbayang saat bayi mungil tiba-tiba ada di perutku masih lengkap dengan tali pusat.

Percayalah, melahirkan itu nikmat. Masing-masing Ibu pasti berbeda. Cerita dan kisahnya pun berbeda. Bersyukurlah atas semua proses yang ada. Agar kita selalu bahagia atas karunia-Nya.

Sungguh bahagia itu sempurna membahana. Setelah hampir empat tahun penantian, puteri kecilku lahir tepat pada tanggal 17 Januari 2017, yang setelah 12 hari kemudian itu adalah hari ulang tahunku. 29 Januari 2017 aku memberikan nama untuknya. Juga proses aqiqah sebagai penanda.

Kini, setiap aku memakai baju Korpri yang wajib dikenakan oleh pegawai negeri pada tanggal 17 setiap bulannya aku selalu teringat kalau Bebi Jesi, puteri kecilku ulang bulan. Tepat di tanggal 17, kan? Apakah ini kebetulan? Apakah Bebi Jesi akan menjadi sepertinya ibunya juga? Aamiin. Mari sama-sama do'a kita langitkan. Semoga Allah SWT mengabulkan. Aamiin.

Genap sudah kebahagiaan kami sebagai keluarga. Keluarga yang kemudian kami beri nama The Clever Family. Terinspirasi dari nama puteri kecilku, Cleverona Bintang Aljazira.

I love more than world in word.
Teruslah bersinar seperti bintang.
Betty Clever
Betty Clever Lifestyle Blogger

1 komentar untuk "Pengalaman Ibu Jesi Melahirkan Normal "

  1. Perjuangan ibu membesarkan anaknya selalu membuat saya tersentuh. Luar biasa mbak betty

    BalasHapus